Asisten Bupati Bidang Ekonomi Pembangunan Kabupaten Kendal memimpin Rapat Koordinasi (Rakor) Penanganan Fenomena Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT), Kamis, 10 Maret 2016 di Ruang Rapat Asisten Bupati Bidang Ekonomi Pembangunan Setda Kab. Kendal yang diikuti unser Pemkab dan Kementerian Agama Kab. Kendal dalam hal ini Penyuluh dan Seksi Bimbingan Masyarakat Islam.
Dalam rapat tersebut diungkapkan bahwa perspektif fenomena LGBT merepresentasikan orang-orang dengan keragaman orientasi seksual, identitas seksual, identitas gender, ekspresi gender, dan terbatas pada Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender/Transeksual, Interseks.
Umumnya agama memandang LGBT dari sisi fisiologi-biologi adalah sebagai ciptaan Tuhan yang memiliki hak hidup, sedangkan pada sisi perilaku adalah perbuatan amoral yang dilarang
Agama Islam, Kristen dan Katolik melarang LGBT. Sementara Budha menilai LGBT sebagai urusan individu yang tak perlu dibawa-bawa dalam hubungan antar manusia. Meskipun mengakui eksistensi jenis kelamin ketiga.
Cikal bakal LGBT di Indonesia dimulai akhir tahun 1960-an melalui Himpunan Wadam Djakarta (Hiwad), Istilah ini pada tahun 1978 diganti dengan waria (wanita pria) karena Majelis Ulama Indonesia menilai tidak patut nama seorang nabi (Adam) dijadikan bagian pada istilah untuk kaum laki-laki yang mengekspresikan jendernya dengan cara yang lebih menyerupai perempuan.
Kalangan pria homoseksual pada tahun 1982 mendirikan Lambda Indonesia. Pada tahun 1986 beberapa lesbian Jakarta mendirikan Persatuan Lesbian Indonesia (Perlesin),
Beberapa mantan aktivis cabang Lambda Indonesia di Surabaya mendirikan Kelompok Kerja Lesbian dan Gay Nusantara, disingkatkan menjadi GAYa NUSANTARA. Organisasi ini memiliki tujuan antara lain mendorong pendirian komunitas dan organisasi di berbagai daerah di Indonesia.
Pada Juni 2013, Dialog Komunitas LGBT Nasional Indonesia di Bali, dihadiri 71 peserta dari 49 lembaga keragaman organisasi LGBT di Indonesia, difasilitasi oleh UNDP bersama USAID.
Jumlah organisasi : 2 jaringan nasional dan 119 organisasi tersebar di 28 provinsi dari 34 provinsi.
Dalam Perspektif MUI dan Ormas Islam
Fatwa Haram bagi keberadaan kelompok LGBT dan menolak segala bentuk propaganda dan promosi bagi aktivitas LGBT (Fatwa MUI Nomor 57 Tahun 2014 tentang Lesbian, Gay, Sodomi, dan Pencabulan)
Mendorong proses legislasi untuk melarang kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas LGBT dan aktivitas seksual menyimpang lainnya sebagaimana sebuah kejahatan.
Perlunya rehabilitasi bagi setiap org yg memiliki kecenderungan perbuatan seks menyimpang.